Friday, 20 January 2017

PROFESIONALISME GURU

Pengertian Profesionalisme Guru

Profesionalisme dan Kompetensi Guru
Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian.

Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus  dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya (Kunandar, 2007:46-47).

Syarat-syarat Profesionalisme Guru

Guru merupakan jabatan profesional yang harus mempunyai beberapa keahlian khusus sebagai suatu profesi, maka kriteria profesionalisme yang harus dipenuhi yaitu:
  1. Fisik, yaitu sehat jasmani dan rohani.
  2. Mental/ kepribadian, yaitu berkepribadian/berjiwa pancasila.
  3. Keilmiahan/pengetahuan, yaitu memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi.
  4. Keterampilan, mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan, memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.

Jabatan guru merupakan suatu jabatan profesi yang  melaksanakan fungsinya di sekolah. Oleh karena itu, konsep yang terkandung adalah guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Guru profesional dituntut mempunyai kapasitas keilmuan yang tinggi, maka dalam rangka memenuhi tugas tersebut seorang guru perlu dibekali beberapa persyaratan baik yang bersifat akademis maupun non-akademis. Menyangkut hal ini, banyak pendapat dikemukakan oleh para pakar dan konselor pendidikan yang intinya mengarah pada terealisasinya sosok guru yang ideal dan mempunyai kapasitas keilmuan yang memadai.

Uzer Usman mengutip pendapat Moh Ali, mengatakan beberapa persyaratan yang dituntut harus dimiliki oleh seorang guru di antaranya adalah (Usman, 2006):
  1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
  2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
  3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai
  4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang memadai
  5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

Menjadi guru profesional bukanlah pekerjaan yang gampang seperti yang dibayangkan setiap orang, guru profesional harus mempunyai keahlian, keterampilan, dan kemauan, sebagaimana filosofis Ki Hajar Dewantara “Tut Wuri Handayani, Ing Karso Tulodo, Ing Madya Mangun Karso”. Artinya, tidaklah cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi murid, menjadi contoh teladan bagi murid serta mendorong murid untuk lebih baik dan maju (Yamin, 2007:6).

Selain itu, peraturan tentang juga diatur oleh peraturan pemerintah pasal 28 yaitu:
  1. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
  2. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi Kompetensi pedagogik, Kompetensi kepribadian, Kompetensi profesional, Kompetensi sosial.
  4. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.

Menurut Sidi yang dikutip oleh Kunandar, seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain (Kunandar, 2007:50):
  1. Memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai
  2. Memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya
  3. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya
  4. Mempunyai jiwa yang kreatif dan produktif
  5. Mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya
  6. Selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus melalui organisasi, profesi, internet, buku, seminar, dan sebagainya.


Kompetensi Profesionalisme Guru

Kompetensi profesionalisme guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab. Oleh karena itu tingkat profesionalisme seorang guru dapat dilihat dari keahlian dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.

Dalam hal ini Muhibbin Syah (2007:250) mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungi sebagai:
  1. Designer of Intruction (perancang pengajaran)
  2. Manager of Intruction (pengelola pengajaran)
  3. Evaluator of Student Learning (penilai prestasi belajar siswa).

Pembahasan kompetensi profesionalisme guru ini erat kaitannya dengan pembahasan tentang standar keilmuan yang dimiliki guru itu sendiri, karena dapat disimpulkan bahwa guru profesional harus memiliki standar keilmuan sesuai bidangnya. Standar keilmuan guru mengacu kepada kompetensi guru profesional. Dalam buku yang ditulis E. Mulyasa (2008:75), kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:

a. Kompetensi Pedagogik

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir A dijelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran anak didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan anak didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi Kepribadian

Yang dimaksud dengan Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi anak didik, dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi profesional

Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing nak didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan nasional.

d. Kompetensi Sosial

Yang dimaksud kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan anak didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Daftar Pustaka

  • Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
  • Usman, M. Uzer. 2006. Menjadi Guru profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet Ke-20.
  • Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. RosdaKarya.
  • Mulyasa, E. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
  • Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. 2006. Bandung: Citra Umbara.

Pembelajaran TIPE JINGSAW

Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw

Model Pembelajaran Jigsaw
Ilustrasi Model Pembelajaran Jigsaw
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson dan rekan-rekannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas John Hopkin (Sugianto, 2010:45).

Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel (Slavin, 2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Sudrajat, 2008:1).

Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).

Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw

Pada pembelajaran model Jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua peserta didik selesai membaca, siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik sama bertemu dalam kelompok ahli untuk menentukan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka.

Selanjutnya para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan skor kuis akan menjadi skor tim. Skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada timnya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual dan para siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi tim lainnya. Dengan demikian para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya dapat membantu timnya melakukan tugas dengan baik.

Tahapan-tahapan penerapan pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai berikut:
  1. Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman.
  2. Hitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda.
  3. Setelah selesai, bentuk kelompok Jigsaw Learning. Setiap kelompok  ada seorang wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas.
  4. Kemudian bentuk kelompok peserta didik Jigsaw Learning dengan jumlah sama.
Berikut ini disajikan diagram tahapan pembelajaran model Jigsaw:

Diagram 1. Urutan Pertama Penjelasan Semua Kelompok

Diagram di atas menggambarkan guru membagi kelompok ke dalam tiga kelompok yang berbeda dan masing-masing kelompok terdiri dari empat orang siswa (ditandai dengan warna yang berbeda-beda).

Diagram 2. Urutan Kedua Kelompok Belajar

Untuk diagram kedua menggambarkan masing-masing kelompok mendiskusikan materi yang berbeda.

Diagram 3 Urutan Ketiga Kelompok Belajar Kolaboratif

Diagram di atas adalah pembentukan kelompok baru yang anggota kelompoknya terdiri atas anggota utusan dari masing-masing kelompok sebelumnya (diagram kedua).

Faktor Keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw

Faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan model pembelajaran jigsaw adalah:
  1. Positive interdependence. Setiap anggota kelompok harus memiliki ketergantungan satu sama lain yang dapat menguntungkan dan merugikan anggota kelompok lainnya.
  2. Individual accountability. Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya sendiri.
  3. Face-to-face promotive interaction. Anggota kelompok melakukan interaksi tatap muka yang mencakup diskusi dan elaborasi dari materi pembahasan.
  4. Social skills. Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan bersosialisasi dengan anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh secara kolektif.
  5. Groups processing and Reflection. Kelompok harus melakukan evaluasi terhadap proses belajar untuk meningkatkan kinerja kelompok.

Hambatan model pembelajaran Jigsaw

Tidak selamanya proses belajar dengan model Jigsaw berjalan dengan lancar. Ada beberapa hanbatan yang dapat muncul antara lain:
  1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan model ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan model konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu arah. 
  2. Terbatasnya waktu. Proses model pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lebih banyak, sementara waktu pelaksanaan model ini harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

Daftar Pustaka

  • Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik). Bandung: Nusa Media.
  • Sudrajat, Akhmad. 2008. Cooperative Learning-teknik Jigsaw. http://akhmadsudrajat.wordpress.com.
  • Sugianto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
  • Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.